Kamis, 17 April 2025 – Untuk pertama kalinya, umat stasi Yohanes Paulus II merayakan Tri Hari Suci di gedung baru. Perayaan Tri Hari Suci ini diawali dengan misa Kamis Putih yang dilaksanakan pada hari Kamis (17/04) pukul 18.00 WIB. Perayaan Kamis Putih dipimpin oleh Pastor Siprianus Wagung, SVD selaku pastor kepala paroki Santo Arnoldus Janssen Bekasi.
Dalam perayaan Kamis Putih ini, umat diajak untuk mengenang peristiwa perjamuan terakhir. Peristiwa ini menggambarkan belas kasih Kristus untuk para murid-Nya, meskipun Dia mendapatkan pengkhianatan dari salah seorang murid-Nya, Yudas Iskariot. Bukan hanya dikhianati, Yudas bahkan menjual Yesus dengan tiga puluh keping perak.
Dalam homili yang disampaikannya, Pastor Sipri juga menekankan bahwa kasih Kristus bukan hanya direnungkan, namun dijalankan secara tindakan nyata dengan semangat rendah hati. Seringkali tindakan kasih dijalankan demi meningkatkan popularitas, harga diri, prestise, maupun yang lainnya. Pandangan ini pada akhirnya hanya akan mendorong bertumbuhnya sikap sombong hingga memandang rendah orang lain. Namun, pelayanan kasih Yesus berbeda dengan pelayanan kasih yang seperti ini.
“Pesan yang lebih dalam lagi kita temukan dalam perselisihan pendapat antara Yesus dan Petrus. Dengan membasuh kaki, Dia menunjukkan tindakan kasih sepenuhnya dalam pemberian nyawa-Nya di salib untuk mengangkat dosa dunia,” ujar Pastor Sipri.
Yesus menegaskan kasih tidak lain adalah pemberian diri. Pada perayaan Kamis Putih ini, kasih berupa pemberian diri ini ditunjukkan melalui peristiwa pembasuhan kaki. Yesus membasuh kaki para murid-Nya dengan kerendahan hati, tanpa niat untuk meningkatkan kehormatan diri-Nya.
Dalam tahun Yubelium yang bertemakan ‘Peziarahan Harapan’ ini, umat Katolik juga diajak untuk meneladani kasih yang telah ditunjukkan Kristus. Tidak hanya itu, umat Katolik juga diajak untuk menjadi pembawa harapan bagi sesama. Hal ini perlu dilakukan dengan tindakan nyata, terutama dengan memberikan kepedulian yang lebih kepada saudara-saudari yang lemah dan miskin.
Pastor Sipri menambahkan, “Partisipasi kita dalam mengenang perjamuan malam terakhir Yesus dengan para murid-Nya hendaknya meneguhkan kita yang telah bersepakat untuk melakukan sesuatu bagi sesama di sekitar kita, apapun bentuknya yang telah kita sepakati. Melalui perayaan ini, Yesus menegaskan bahwa pelayanan kasih itu hendaknya lebih sebagai wujud kasih yang sempurna, bahkan sampai pada pemberian diri dengan sikap rela berkorban, mulai dari keluarga”
Setelah homili disampaikan, perayaan Kamis Putih dilanjutkan dengan pembasuhan kaki yang berlandaskan pada peristiwa perjamuan malam terakhir. Namun, pada perayaan ini, kedua belas murid Yesus diperankan para penyandang difabel. Hal ini ingin menunjukkan tindakan kasih Kristus yang memberi diri pada orang yang berkekurangan.
Tidak hanya ditunjukkan dengan ritus pembasuhan kaki, belas kasih Kristus kemudian diwujud nyatakan oleh Pastor Sipri. Sebelum membagikan Tubuh Kristus kepada para petugas liturgi dan petugas rasul yang lain, Pastor Sipri terlebih dahulu memberikan Tubuh Kristus kepada seorang petugas rasul yang mengenakan kursi roda. Hal itu menunjukkan bahwa Pastor Sipri sebagai pemimpin agama Katolik tidak hanya memberikan nasihat melalui homilinya, tetapi menunjukkannya secara langsung.
Perayaan Kamis Putih kemudian dilanjutkan dengan ibadat tuguran yang dilakukan oleh beberapa wilayah yang berada di naungan stasi Santo Yohanes Paulus II secara bergantian. Ibadat tuguran ini dilakukan dalam kondisi yang hening. Ibadat ini dilakukan untuk menemani Yesus yang berdoa di Taman Getsemani, sebelum akhirnya diserahkan ke hadapan Pontius Pilatus dan mengalami sengsara di kayu salib. (FDS)